Translate

Minggu, 28 April 2019

Tugas 2 Hukum Lingkungan (Analisis Peraturan Gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 Tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai)

Sumber. radar sriwijaya.com

Sampah plastik menjadi masalah lingkungan berskala global. Plastik banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena mempunyai keunggulan-keunggulan seperti kuat, ringan dan stabil. Namun plastik yang beredar di pasaran saat ini merupakan polimer sintetik yang terbuat dari minyak bumi yang sulit untuk terurai. Dari data survei salah satu akun “greenliving” yang dipostkan di media massa online, jika dalam satu hari saja jumlah sampah yang dihasilkan per individu sebanyak 9 plastik, 3 styrofoam dan 1 kemasan botol sekali pakai, dengan asumsi sekitar 228 juta penduduk di Indonesia. 

Maka dalam sehari indonesia menghasilkan 2.052.000.000 kantong plastik, 684 juta styrofoam dan 228 kemasan botol sekali pakai. Pada umumnya sampah plastik sekali pakai akan dibakar mengingat sampah plastik sekali pakai sangat sulit terurai. Kantong plastik membutuhkan waktu sekitar 10-12 tahun untuk dapat terurai dan 500 tahun bagi styrofoam untuk dapat terurai dengan baik. Penanganan sampah plastik sekali pakai ini belum menemui titik yang sempurna yang dapat menjaga kelestarian dan kelangsungan bumi. Saat sampah dibakar, gas karbondioksida akan memacu timbulnya efek rumah kaca dan juga merusak lapisan bumi atau ozon serta dapat memicu sel kanker bagi kesehatan. 

Jumlah satu ton sampah plastik sekali pakai yang dibakar akan menghasilkan jumlah karbondioksida yang sama yakni satu ton, jika satu ton sampah plastik sekali pakai itu dibiarkan tertimbun akan menghasilkan 63 m3 gas metan, dimana lebih berbahaya dari 1 ton karbondioksida yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah plastik sekali pakai. Penggunakan plastik juga akan semakin meningkatkan pula pencemaran lingkungan seperti pencemaran tanah. Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan kimia yang cukup berbahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa menggunakan batasan tertentu. 

Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari, khususnya kita yang berada di Indonesia, penggunaan bahan plastik bisa kita temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Berangkat dari permasalahan ini maka tindakan pemerintah provinsi Bali adalah solusi yang paling tepat menyelamatkan lingkungan dari sampah plastik dengan mengeluarkan peraturan gubernur Bali No. 97 Tahun 2018 Tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai, adapun plastik yang akan subtitusi berdasrkan aturan yang dikeluarkan dengan inovasi lain ialah plastik sekali pakai (PSP) berjenis kantong plastik, polysterina (styrofoam) dan sedotan plastik. 

Tujuan Dikeluarkannya Peraturan Gubernur Bali
Sebagai respon mengenai banyaknya permasalahan yang ditimbulkan sampah plastik, maka dari itu pemerintah Bali yang mempunyai kewenangan mengeluarkan aturan penertiban di daerahnya dan juga menjalankan amanat UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan beberapa tujuan dari aturan yang dikeluarkannya: 

1. menjaga kesucian, keharmonisan, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup;
2. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat akibat dampak buruk dari penggunaan PSP; 
3. mencegah pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh penggunaan PSP;
4. menjamin dan menjaga kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
5. menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan masyarakat dari ancamaıı pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan  hidup, yang disebabkan oleh penggunaan PSP; 
6. menjamin generasi masa depan untuk tidak tergantung pada penggunaarı PSP, untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik; dan
7. membangun partisipasi masyarakat untuk berperan serta dalam perlindungan lingkungan hidup.


Respon Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia

Dikeluarkannya kebijakan pemerintah Bali terkait PSP ternyata mendapat respon kontra dari Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), ditandai dengan melakukan uji materil terhadap pasal 7 dan 9 (1)  Pergub PSP. Hal ini diketahui Pada 14 Maret 2019 Mahkamah Agung (MA) mengirim surat pemberitahuan dan penyerahan surat permohonan hak uji materiil dari ADUPI pada Gubernur Bali. Dalam surat disebutkan, surat MA ini harus dijawab dalam 14 hari sejak diterima.

Pemohon gugatan minta pencabutan Pasal 7 dan 9 ayat 1 Pergub PSP, serta tidak mempunyai kekuatan mengikat dan tidak berlaku umum. Pasal 7 bunyinya, setiap produsen dilarang memproduksi PSP, setiap distributor dilarang mendistribusikan PSP, setiap pemasok dilarang memasok PSP, dan setiap pelaku usaha dan penyedia PSP dilarang menyediakan PSP. Sementara Pasal 9 ayat 1 menyebutkan setiap orang dan pelaku usaha dilarang menggunakan PSP.

Simpulan surat gugatan ini di antaranya:

1. pertama dari segi hukum perlindungan lingkungan hidup dalam pengelolaan sampah, Pasal 7 dan 9 ayat 1 dinilai pengaturan berlebihan karena peraturan yang lebih tinggi tidak memberlakukan larangan yang bersifat mutlak. Karena di regulasi lain seperti UU No.32/2009 menggunakan pendekatan pengelolaan, bukan larangan.
2. Pergub ini juga dianggap berisi ketentuan hukum baru.
3. Dari segi HAM, Pasal 7 dan 9 ayat 1 Pergub dianggap melanggar hak untuk bekerja/berusaha.

Tanggapan Balik Buat ADUPI terkait Gugatannya

1. Terkait isi gugatan ADUPI poin pertama bahwa “segi hukum perlindungan lingkungan hidup dalam pengelolaan sampah, Pasal 7 dan 9 ayat 1 dinilai pengaturan berlebihan karena peraturan yang lebih tinggi tidak memberlakukan larangan yang bersifat mutlak. Karena di regulasi lain seperti UU No.32/2009 menggunakan pendekatan pengelolaan, bukan larangan”.

Ketika yang dijadikan batu ujinyali adalah UU No. 32 tahun 2009 tentang PPAH maka dalam UU tersebut tidak hanya mengisyaratkan pengelolaan. Namun, terkandung pula makna pengelolaan yang tentunya mengindikasikan adanya upaya preventif. Salah-satu prakarsa upaya preventif dilakukan pemerintah Bali ialah mengeluarkan pergub no. 97 th 2018. 

2. Terkait isi gugatan ADUPI poin kedua bahwa “Pergub ini juga dianggap berisi ketentuan hukum baru”.

Ketentuan baru yang terdapat dalam isi pergub no. 97 thu 2018 tentang PSP, bukan suatu permasalahan melainkan suatu kebijakan demi terwujudnya 7 tujuan sebagai pasal 3 pergub PSP dan juga sejalan amanat UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH. Kebijakan pemerintah Bali masuk dalam rana kebijakan terbuka yang artinya kebijakan tersebut sah saja berlaku apabila tidak ada peraturan diatasnya yang melarang. Sehingga alibi ADUHH mengenai kebijakan Bali merupakan ketentuan baru sama sekali bukan merupakan permasalahan karena masuk dalam kategori kebijakan terbuka. 

4. Terkait isi gugatan ADUPI poin ketiga bahwa “Dari segi HAM, Pasal 7 dan 9 ayat 1 Pergub dianggap melanggar hak untuk bekerja/berusaha”.

Sama sekali tidak melanggar hak bekerja/ berusaha dikarenakan masih diatur dalam pasal lanjutan bahwa diberikan peluang untuk mensubtitusi PSP dengan inovasi baru yang tentunya tidak dengan ketentuan pemerintah bali. 





0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html