Translate

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Rabu, 30 Januari 2019

Menjelang Pilpres 2019 Menghadiahkan Budaya Baru Bagi Indonesia

Sumber gambar : riausky.com
Oleh. Andi Pasarai (Mahasiswa)

Indonesia kian terhangatkan suasana politik menjelang pilpres 2019. Hangatnya suasana politik tentu beriringan dengan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan yakni aspek positif dan negatif. Aspek positif suasana politik menjelang puncak pesta demokrasi 2019 adalah hal yang diimpikan oleh seluruh masyarakat Indonesia. 

Walaupun, hanya sebagian kecil yang berusaha mengonstruksi dari sisi positifnya. Malah, lebih banyak terpengaruh bahkan sebagai aktor penggerak berkontribusi mewujudkan politik yang tidak sehat. 

Berbicara mengenai politik, memang sangat riskan karena kurangnya sosialisasi politik cerdas. Politik dimata masyarakat awam merupakan suatu hal yang sangat buruk, walaupun para akademisi berusaha meyakinkan bahwa politik merupakan alat suprastruktur negara demi terwujudnya demokrasi.

Sejatinya menyinggung tentang politik di tengah suasana menjelang pilpres 2019. Maka tidak terlepas dengan dua nama kandidat calon presiden 2019 nanti, yang keduanya sudah sangat familiar di tengah masyarakat.

Apabila, kedua kandidat ini yakni Jokowi dan Prabowo ingin dipandang dari paradigma state leader sesungguhnya hal ini sangatlah kontras di mata pendukungnya masing-masing.

Kekontrasan ini sangat jelas terlihat ketika media sosial sebagai konduktor eksistensi sekaligus penghangus eksistensi dijadikan sebagai sentral bertemunya pendukung kedua belah pihak.

Setelah membahas suasana politik dan kedua calon presiden Indonesia, lantas apa kaitannya dengan masyarakat?. Ketika kedua calon saling menonjolkan eksistensinya demi menarik hati masyarakat. Maka masyarakat pun menghalalkan segala caranya untuk mendukung calonnya. Mendengar kata “menghalalkan segala cara”, memang terkesan keras dan buruk.

Tapi tidak bisa disangkal, begitulah realitasnya ditengah-tengah masyarakat. Bangsa Indonesia merupakan bangsa prismatik yang menjalankan roda pemerintahan dengan ciri khasnya sendiri (konstitusi).

Walaupun Indonesia menganut sistem demokrasi tapi sangatlah bertentangan dengan nilai luhur dan jati diri bangsa Indonesia yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya. 

Sebenarnya kandungan daripada kata “menghalalkan segala cara” tidak seburuk pemahaman kaum sosialis-komunis. Tapi, hal ini tetap menjadi ancaman nyata bagi bangsa Indonesia.

Dalam mengungkap rasa kekecewaan terhadap realitas yang ada, kita dapat menyaksikan para netizen betapa buruknya mengomentari postingan lawan politiknya. Cemoohan dan olok-olokan adalah senjata yang saling menyerang memenuhi kolom-kolom komentar sosial media. 

Rasanya komentar-komentar yang terlontar di media sosial sama sekali tidak memberi jarak yang jelas atau pembeda dari kalangan berdasarkan latar belakang pendidikannya.

Hingga kita tidak lagi mampu mendeteksi dari kacamata sosial, siapakah yang melontarkan argumen?. Sesungguhnya komentar yang terlontar kita tidak dapat menarik parameter, apakah mereka dari kalangan terdidik atau dari kalangan yang pendidikannya rendah.

Cemoohan atau komentar-komentar negatif sudah menjadi hal yang lumrah dalam bermedia sosial ditengah semaraknya politik menyambut puncak pesta demokrasi 2019. Seakan cemoohan bertransformasi jadi budaya baru disaat menjelang pilpres 2019.

Akankah cemoohan dalam bermedia sosial terus berlanjut?. Jangan tanyakan lagi hal ini, firasat ilmiah telah berkata jujur. Ketika hal negatif dipandang sebagai hal yang lumrah, maka akan terus berlanjut bahkan menggerogoti jati diri bangsa Indonesia.

Ketika cemoohan dalam bermedia sosial sudah dipandang sebagai hal lumrah demi menjatuhkan lawan politiknya. Maka jelas hal ini sarat makna dengan frasa “menghalalkan segala cara”. Awalnya terikat oleh situasi politik menjelang pilpres 2019 sehingga cemoohan di media sosial dipandang sebagai wujud kewajaran.

Tapi, kedepannya tidak ada jaminan ini akan berhenti seiring berhentinya suasana politik menjelang pilpres 2019. Yakin atau tidak yakin kedepannya terus berlanjut bahkan menjadi warisan untuk generasi selanjutnya.

Cemoohan yang terlahir dari memanasnya suasana politik akan semakin cepat berkembang sebab media sosial sebagai kontrol porosnya. Manakala ditambah lagi dengan kesuburan pluralitas yang ada di Indonesia sehingga hal ini sudah sangat cukup melahirkan benih-benih konflik.
Padahal, ketika kita menarik pemahaman dasarnya. Politik menuju pemilu 2019, merupakan wujud demokrasi bangsa Indonesia sebagaimana dijamin dalam konstitusi Pasal 1 angka 2 UUD NRI 1945. Sejatinya melanggengkan demokrasi dengan adanya jaminan kedaulatan rakyat Indonesia. 

Kedaulatan rakyat sebagai wujudnya ialah dengan adanya jaminan kebebasan berpendapat di ruang publik sebagaimana dijamin dalam pasal 28 UUD NRI 1945. Terkait pemahaman dasar ini, memang memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengekspresikan pendapatnya. 

Tapi, semestinya pendapat yang dilontarkan terutama dalam bermedia sosial perlu memperhatikan nilai-nilai yang dianut bangsa Indonesia.
Norma yang hidup dalam masyarakat sama sekali tidak membenarkan cemoohan dianggap sebagai hal yang lumrah. Disamping itu negara Indonesia selain menganut demokrasi juga sebagai negara hukum. Hal ini mengandung makna bahwa kebebasan sebesar-besarnya tetap berada dalam koridor hukum. 

Artinya, demokrasi tetap berlandaskan nomokrasi. Yang ingin disampaikan disini adalah jangan mengekspresikan kebebasan berpendapat dalam tendensi negatif atau akan menjadi kado buruk bagi Indonesia.

Salah-satu jalan mengubah paradigma masyarakat Indonesia ialah harus menghilangkan cara-cara negatif untuk mencapai tujuannya. Menyatu paham kan kedua pendukung calon presiden tahun 2019 tidaklah rumit. 
Sebab, laksana menyatukan antarafraternite (Barat) dan ukhuwah (Timur) yang hanya beda etimologi. Jika tidak seperti ini maka tingkah laku saling sentimen di media sosial akan menjadi hadiah sisa dari poros politik menjelang pilpres 2019. Tidak menutup kemungkinan menular di dunia nyata. 

Ketika ini menjadi budaya baru maka besar potensi timbulnya disintegrasi bangsa. Pandanglah para “kecebong” dan “kampret” sebagai fraternite danukhuwah yang hanya beda secara etimologi.
Sehabis masa pilpres hanya menyisakan jejak budaya baru bertendensi negatif. Akankah ada kemajuan terhadap moralitas bangsa kita?. Tentunya tidak, kemunduran moralitas yang tercermin dari pelaku media sosial akan mendegradasi nilai etika masyarakat Indonesia. 

Kesan buruk dari media sosial yang terlahir dari kedua kubu konsumen politik 2019 terus merajalela menggantikan nilai-nilai kesopanan. Sebagai bangsa yang plural tentu hal ini tidak ingin dibiarkan berlangsung. Sebisa mungkin untuk menutup setiap celah yang bertendensi terciptanya disintegrasi bangsa.

Senin, 21 Januari 2019

Tulisan Essai: Peran Pemuda Dalam Pelestarian Cagar Budaya Berbasis Masyarakat Sebagai Wujud Bela Negara Bagi Bangsa Indonesia



PERAN PEMUDA DALAM PELESTARIAN CAGAR BUDAYA BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI WUJUD BELA NEGARA BAGI BANGSA INDONESIA

Sub tema : Realisasi Bela Negara di Kalangan Kaum Muda
Dalam rangka mengikuti Lomba Esai Pekan Intelektual Bidikmisi (PIB) 2018
Yang diselenggarakan oleh Forum Mahasiswa Bidikmisi UPNVJ




Oleh. Hafid Rofi Pradana

Pendahuluan
Latar Belakang

Generasi muda Indonesia adalah tulang punggung negara, calon pemimpin masa depan bangsa serta pelestari cita-cita para founding fathers bangsa Indonesia. Di era millenial saat ini permasalahan bangsa semakin kompleks, oleh karena itu generasi muda Indonesia masa kini harus senantiasa meningkatkan produktivitas dan daya nalar kritis dalam menghadapi permasalahan kompleks tersebut.

Selain itu sikap patriotisme, nasionalisme dan cinta tanah air harus ditanamkan dan diamalkan betul oleh generasi muda sebagai identitas warga negara Indonesia. Di samping itu unsur sinergitas dan kerjasama merupakan salah satu unsur penting keberhasilan pemuda Indonesia dalam menghadapi permasalahan dan mempertahankan kedaulatan bangsa dari segala ancaman baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Sejarah mencatat bahwasannya generasi muda Indonesia mempunyai peran andil yang besar terhadap kemerdekaan bangsa Indonesia 73 tahun silam. Puncaknya pada tanggal 16 Agustus 1945 golongan muda yang beranggotakan Wikana, Chaerul Saleh, Sukarni, Sayuti Melik, dan lain-lain berhasil memaksa golongan tua untuk menyepakati kemerdekaan Indonesia keesokan harinya . Hal tersebut membuktikan bahwa pemuda mempunyai peran yang sangat penting dalam mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia.

Di abad ke-21 ini, perjuangan pemuda Indonesia tidak hanya sekedar menenteng senjata dalam mempertahankan kedaulatan bangsa. Permasalahan bangsa yang kompleks menuntut para pemuda untuk selalu peka dan kritis dalam menanggapinya. Di sisi lain, budaya barat yang semakin gencar di era globalisasi ini berpotensi menghilangkan identitas dan jati diri pemuda Indonesia.

Mayoritas saat ini generasi muda Indonesia sudah tidak peduli dengan budaya dan kearifan lokal mereka sendiri. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melaksanakan Bela Negara.

Bela Negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat perundang-undangan negara Indonesia tentang patriotisme seseorang ataupun kelompok dalam sebuah komponen organisasi. Pada dasarnya Bela Negara sudah termaktub dalam pasal 27 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi, ”Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.

Ada banyak implementasi dan contoh dalam Bela Negara, salah satunya adalah melestarikan kebudayaan Indonesia. Pelestarian budaya merupakan sebuah gerakan seseorang ataupun kelompok dalam melindungi dan menjaga aset-aset sejarah serta kearifan lokal negara, yang dimana salah satu macam kearifan lokal tersebut adalah cagar budaya.

Minimnya peran pemuda saat ini dalam melestarikan cagar budaya sekitar sangat disayangkan, mengingat pemuda adalah generasi masa depan bangsa Indonesia. Perlu diketahui bahwasannya cagar budaya merupakan aset sejarah bangsa yang memiliki nilai historis dan filosofis, sehingga sangat rawan untuk dirusak atau dihancurkan.

Oleh karena itu cagar budaya harus mendapatkan perhatian penuh dari seluruh elemen masyarakat, terutama generasi muda Indonesia.

Full Document:

Minggu, 20 Januari 2019

Mengapa Sejarah Selalu Identik Dengan Candi?



Oleh. Hafid Rofi Pradana

"Ada banyak hal dan opini untuk membalikkan anggapan bahwa sejarah tak melulu mengenai candi."

Sejak zaman masih menjadi mahasiswa baru hingga lulus sekarang, tak sedikit orang yang bertanya-tanya mengenai sejarah kepada saya. Entah itu di jalan, bertemu di kereta api, maupun ketika ada acara seminar/pelatihan di sebuah gedung besar. Rata-rata pertanyaan setiap orang hampir sama; “Kuliah jurusan sejarah membahas apa saja mas?”, “Berarti mas-nya suka dengan candi, cerita rakyat gitu ya?”, “Mas hafal candi-candi di seluruh Indonesia?” (Busyeet yang ini pertanyaannya warbyasah sekali). 

Atau jika bertemu dengan orang yang kebetulan satu kota dengan saya (kebetulan saya berasal dari Kabupaten Tulungagung) rata-rata pertanyaannya, ”Mas-nya hafal sejarah candi-candi di Tulungagung?”, “Mas-nya tahu cerita Pangeran Lembupeteng?”, “Pernah berkunjung ke candi apa saja mas di Tulungagung?” atau pertanyaan lain yang sedikit berbobot, “Mas-nya kira-kira paham sejarah Tulungagung”, dan masih banyak pertanyaan lainnya yang hampir serupa. 

Atau kalau ke arah adegan humor, ada pengalaman seorang kakak senior yang bertanya kepada teman saya ketika masa PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru) 4 tahun lalu, “Adek dari jurusan apa?”, “Saya jurusan Pendidikan Sejarah mas.”, “Oh pantesan wajahnya mirip dengan artefak hahaha”. Seketika semua peserta PKKMB tertawa, termasuk saya. 

Dari rentetan kalimat diatas jika ditarik garis besar terdapat kata-kata yang diulang-ulang: Candi. Ada apa dengan Candi? Mengapa pertanyaan sejarah selalu diidentikkan dengan Candi? Mengapa orang yang suka sejarah dikaitkan dengan candi? Padahal candi gak pernah merasa dekat dengan kita, membicarakan kita, apalagi menggunjing.

Eh. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan candi, karena candi bukan laki-laki maupun perempuan. Bukan. Candi merupakan objek situs warisan sejarah yang harus kita rawat dan lestarikan. Candi merupakan warisan “tangible heritage” yang artinya warisan budaya dalam bentuk fisik (benda). Keberadaan candi di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat peradaban manusia jauh sebelum kita lahir, sama halnya dengan peradaban manusia purba atau peradaban dinosaurus. 

Peradaban candi di Indonesia menunjukkan bahwa sejak abad awal Masehi hingga sampai sekitar abad ke-13 agama Hindu dan Buddha menjadi agama pilihan utama masyarakat Nusantara. Artinya, candi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari lembaran sejarah bangsa Indonesia.
Namun apakah sejarah harus melulu tentang candi? Tidak, sejarah tidak harus mengenai candi. Apapun pada masa dahulu itu disebut dengan peristiwa sejarah. Bahkan peristiwa satu detik yang lalu bisa dianggap sejarah, misalnya satu jam yang lalu kamu melakukan aktivitas berak, kemudian dilanjutkan mandi. Setelah mandi dilanjutkan dengan makan. 

Kenyang makan membuat kamu ngantuk dan kemudian tertidur. Atau contoh peristiwa lain, misalnya sehari yang lalu ada seorang cewek yang marah dan menangis kepada pacarnya karena pacarnya ketahuan selingkuh tepat di depan matanya di sebuah taman kota. Tercyducknya kasus perselingkuhan tersebut tak pelak membuat si cewek memutuskan ikatan hubungan yang ia jalin selama bertahun-tahun dengan si cowoknya tersebut. Merasa dipermalukan di depan umum dan tak terima dengan perlakuan si cewek tersebut, si cowok akhirnya melakukan tindakan kekerasan kepada si cewek tersebut yang membuat heboh seisi taman. 

Ingat, peristiwa sejarah harus ada keterkaitan dan keberlanjutan serta pola pergerakannya dinamis dan tidak stagnan di satu tempat.
Mari kita lihat tentang pendapat para ahli mengenai pengertian sejarah. Menurut mbah Herodotus, sejarah diartikan tidak berkembang ke arah depan dengan tujuan pasti, melainkan bergerak seperti garis lingkaran yang tinggi rendahnya diakibatkan oleh keberadaan manusia. 

Artinya sejarah merupakan kisah masa lampau yang dibuat oleh manusia. Kemudian ahli lain yakni Moh. Yamin berpendapat bahwa sejarah merupakan ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan. Mendiang Prof. Sartono Kartodirdjo juga berpendapat bahwa sejarah merupakan bentuk penggambaran masa lalu, dan untuk mengungkapnya dapat melalui aktualisasi dan penetasan pengalaman masa lalu. 

Jika disimpulkan, sejarah merupakan penggambaran masa lalu dimana terdapat waktu, manusia dan ruang dalam periodeisasi tertentu. 
Dalam babad sejarah Indonesia yang ditulis oleh para sejarawan kita, terdapat berbagai periodeisasi: periode pra-sejarah, periode Hindu-Buddha, periode Islam, periode masuknya bangsa Barat di Nusantara (Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris), periode penjajahan Jepang, periode revolusi, periode Orde Lama, periode Orde Baru, dan periode Reformasi. 

Dalam satu periodeisasi tertentu terdapat beberapa peristiwa-peristiwa sejarah dimana setiap peninggalannya bisa kita lihat dan nikmati hingga sekarang. Pada periode Islam misalnya, terdapat peninggalan berupa Masjid Agung Demak yang merupakan masjid peninggalan masa kerajaan Demak, atau Keraton Surosowan Banten yang merupakan peninggalan Kerajaan Banten pada tahun 1522-1556. Pada periode Kolonial Belanda juga terdapat beberapa peninggalan bahkan masih digunakan hingga sekarang seperti Benteng Kedung Cowek di Surabaya, Gedung Lawang Sewu di Semarang, Institut Teknologi Bandung, Gereja Katedral Jakarta, Istana Kepresidenan di Bogor, Gedung Sate Bandung, Stasiun Kereta Api Jakarta Kota, dan lain-lain. 

Bahkan sisa-sisa alat perang masa penjajahan terkadang ditemukan secara tidak sengaja. Atau jika ditarik ke periode pra-sejarah, Indonesia memiliki beberapa peninggalan berupa kapak genggam, kapak lonjong, menhir, sarkofagus, kapal pra-sejarah, atau fosil hewan dan manusia. 

Beberapa temuan peninggalan sejarah dari berbagai periodeisasi menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan sejarah yang sangat besar. Tidak melulu mengenai candi; karena Candi merupakan merupakan salah satu objek peninggalan budaya Indonesia. Sejatinya candi merupakan kebudayaan asli dari India, negara penganut Hindu terbesar di dunia saat ini. Jadi mulai sekarang ubah mindset bahwa sejarah bukan hanya candi!

Kunjungan Perdamaian (Agama Budha ) Vihara Dhamma Jaya Surabaya sebagai Bentuk Toleansi dan Keberagaman Agama


Oleh. Yona Fiharta
(Universitas Negeri Surabaya)

Minggu, 10 November 2018 telah berlangsung kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak kampus khususnya HMJ PMP-KN, dengan tema “Kunjungan Perdamaian” yang dilakukan dengan mengunjungi beberapa tempat yang berebeda, diantaranya adalah : Kunjungan pada Muslim Ahmadiyah di Masjid An Nur Jl. Bubutan 1 No. 2, kunjungan pada kepercayaan Septa Darma di Jemur sari selatan VI No. 30-32 Jemur Wonosari-Wonocolo, kunjungan pada penganut agama Hindu di Pura Agung Jagat Jl. Lumba-lumba NO. 1 Perak Barat Krembangan-Surabaya, dan kunjungan pada penganut agama Budha di Vihara Dhamma Jaya Jl. Bulu Jaya V No. 19-Surabaya.

Dari beberapa tempat yang menjadi agenda kunjungan mahasiswa prodi S1 PPKn ini, yang akan saya bahas adalah kunjungan pada penganut agama Budha yang dilakukan dengan mengunjungi salah satu tempat ibadah penganut agama Budha di Surabaya yaitu di Vihara Dhamma Jaya yang terletak di Jl. Bulu Jaya V No. 19-Surabaya. Kunjungan tersebut di ikuti oleh para mahasiwa yang sebelumnya telah dibagi menjadi beberapa kelompok. Kegiatan kunjungan ini dilaksanakan pada pukul 13.30 dari Universitas Negeri Surabaya menuju lokasi.

Dalam kunjungan ini, terdapat beberapa hal baru yang juga dapat menambah pengetahuan, wawasan dan  pengalaman mengenai agama Budha itu seperti apa. Pemberian materi pada saat itu dilakukan oleh Romo Seno Wijaya  dan Romo Widya Kusuma selaku Pengurus Vihara. Dalam penyampain yang diutarakan oleh keduanya sangat bermanfaat bagi peserta kunjungan saat itu, karena selain menambah wawasan dan pengetahuan mengenai agama Budha juga menambah pengalaman bagi para peserta yang mayoritas beragama non Budha.

Jika sebelumnya kita hanya mengetahui secara garis besar mengenai agama Budha. Maka disini, kita banyak memperoleh hal baru yang sebelumnya belum kita ketahui mengenai agama ini. Pada dasarnya agama Budha ini merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia dan merupakan salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia ini. Agama Budha ini merupakan suatu agama yang telah berusia 2540 tahun dan berasal dari anak benua India.  Dan saat ini, sebanyak sekitar 475 juta orang diseluruh dunia menganut agama ini.
Menurut pemateri disana, agama ini mempelajari kitab suci yang biasa mereka sebut dengan “TRIPITAKA” yang memiliki arti tiga keranjang, yang mana diantaranya adalah : 1) Vinaya Pitaka (Peratuan Kebhikkhuan/ Tata tertib), 2) Sutta Pitaka (Babaran Dhamma Sang Budha dan beberapa murid utamanya ), 3) Abhidharmma Pitaka (analisa mendalam ajaran sang Budha), mereka juga menyebutkan jika agama ini merupakan agama yang menjunjung tinggi sebuah perbedaan.
Penganut agama ini menganggap bahwa nasib seorang umat ditentukan oleh pribadi masing-masing, artinya diri sendirilah yang menentukan nasib baik buruk yang ada dalam kehidupan ini. Mereka juga sangat memahami meditasi yang biasanya mereka lakukan.

Meditasi disini jika diartikan dapat dianggap sebagai “Semadi” atau orang Budha menyebut dengan sebutan pengembangan batin (Bhavana). Tujuan dilakukan kegiatan meditasi ini adalah untuk menenangkan diri, mencapai nirwana, dan sebagai suatu jalan langsung diluar pemikiran logika. Selain itu meditasi ini juga dilakuakan untuk menghindari suatu kebencian dan nafsu yang dimiliki oleh masing-masing orang.

Dalam agama ini keyakinan terhadap tuhan dianggap sebagai suatu tujuan dari kehidupan, namun tuhan disini tidaklah mengatur jalannya kehidupan ini, karena mereka menganggap bahwa kehidupan ini yang menentukan adalah masing-masing individu. Namun demikian toleransi yang ditunjukkan oleh penganut agama ini sangat tinggi, tidak dapat dipungkiri jika hubungan masyarakat sekitar yang berbeda agama ini tidak terjadi konflik karena memang mereka saling menghormati dan menghargai apa yang menjadi kepercayaan dan keyakinan masing-masing orang.

Sama seperti agama-agama yang lain, agama Budha ini mengajarkan hal yang baik, dan melarang setiap perbuatan buruk yang berpotensi pada suatu dosa. Sehingga mereka yang menganut agama ini akan cenderung berbuat baik dan meninggalkan apa yang seharusnya ditinggalkan sama seperti yang dilakukan oleh penganut agama lain.  Dalam agama ini, tujuan yang hendak dicapai adalah niwana yang merupakan surga.  Juga sama seperti agama-agama yang lain.

Untuk itu dengan pengalaman dan wawasan serta pengetahuan baru yang didapat dari kegiatan kunjungan ini, sangat diharapkan bagi setiap orang untuk lebih meningkatkan rasa toleransi yang tinggi pada setiap perbedaan. Karena kita tahu bahwa negara kita ini merupakan negara yang penuh dengan keaneragaman yang berwujud pada suatu perbedaan, yang mana tidak hanya mengenai suatu kepercayaan atau keyakinan saja, melainkan hampir semua yang ada pada diri dan daerah memiliki perbedaan. Sehingga sudah sangat benar apabila negara ini memiliki semboyan yang disebut sebagai “BHINNEKA TUNGGAL IKA” yang artinya berbeda-beda namun tetap satu jua.

Sebuah perbedaan yang dimiliki bukan merupakan suatu penghalang untuk hidup dalam kerukunan. Karena setiap bentuk perbedaan ini memiliki sebuah keindahan dan keistimewaan  yang akan sulit kita temui. Kita yang hidup dalam satu negara ini merupakan saudara yang terlahir dinegeri yang sama, jangan sampai hanya karena terdapat satu perbedaan saja, menjadikan kita terpecah belah, yang dapat mengancam keutuhan NKRI ini. Bersatu adalah satu cara dan jalan untuk menghancurkan perdebatan sebuah pebedaan, toleransi adalah sebuah wujud sikap akan kecintaan pada setiap golongan, jadi sangat perlu apabila hal ini dilaksanakan dan diterapkan dikehidupan sehari-hari sebagai umat beagama. MARI KITA HANCURKAN PERBEDAAN, HANYA KARENA BERBEDA GOLONGAN!!!!!!!!

_Terima Kasih_

Tinjauan Antropologi Budaya : Pola Kebudayaan Masyarakat Desa Bejijong, Kec. Trowulan – Mojokerto Sebagai Peninggalan Majapahit


Oleh :
Yona Fiharta
(Universitas Negeri Surabaya)

Kebudayaan menurut Edward Burnett Tylor dalam karyanya yang berjudul “Primitive Culture” adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat.

Maka disini dapat dikatakan bahwa kebudayaan itu ibarat selembar kain yang oleh penjait akan dijadikan baju, kemudian dari segi lainnya kebudayaan adalah pola yang menjadi contoh dan pedoman bagi penjahit dalam bekerja. Dalam kebudayaan terdapat pola yang dapat disebut sebagai pranata budaya yang digunakan sebagai pengatur kehidupan manusia dengan tujuan untuk mencapai kehidupan bahagia nan sejahtera. Pola tersebut dapat berupa pola kelakuan dan pola tindakan.

Seperti yang disebutkan oleh Koentjaraningrat (2008) mengenai pola yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan berhubungan dengan tuhan atau dengan alam gaib (Religius Institutions), sebagai contoh tersebut dapat ditemui di Desa Bejijong, Kec. Trowulan – Mojokerto.

Mssyarakat dalam implementasinya sebagai model dalam tingkah laku (model for) mereka melakukan berbagai kegiatan yang salah satunya budaya “Ruwat Desa/Ruwatan Bumi” dimana masyarakat membagi masing-masing arti dalam budaya ini yang salah satunya menganggap bahwa budaya ini memiliki makna sebagai tolak balak, ucapan rasa syukur atas nikmat kesehatan dan hasil bumi serta sebagai bentuk upaya pelestarian budaya.

Rumatan Desa ini dilaksanakan setiap tahun sekali yang tepatnya jatuh pada bulan ruwah (bulan dalam kalender jawa). Budaya ini juga hampir dilakukan oleh seluruh desa yang ada di kawasan Trowulan yang merupakan bekas peninggalan Majapahit, masyarakat sekitar dalam kehidupan sehari-hari (model of) sangat menjunjung tinggi budaya ini yang merupakan budaya warisan leluhur.
Dalam setiap kegiatan ini, masyarakat sekitar menaruh antusias yang begitu tinggi terhadap pelaksanaannya. Mereka dalam implemenasinya menjunjung tinggi rasa kegotong royongan guna terselenggaranya acara ini. Sehingga muncul nilai dan norma dalam kebudayaan ini, yang menjadikan semakin kuat hubungan yang terjalin antar tiap masyarakat.

Dalam pelaksanaannya banyak rangkaian yang tersusun yang salah satunya ; kenduri desa, ini dilakukan sebelum memulai acara dan diikuti oleh seluruh masyarakat desa tak terkecuali dan diwakili oleh masyarakat desa dengan gender perempuan, dalam acara ini doa-doa baik dipanjatkan guna kehidupan desa yang lebih baik dikemudian hari, dalam budaya daerah tertentu seperti Sunda, Sumatera, dan Bali mungkin memiliki arti yang sedikit berbeda, hal itu sangat wajar terjadi mengingat keberagaman budaya yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Selain itu acara kenduri ini juga dapat dikatakan masyarakat desa sebagai bentuk komunikasi pada tuhan dengan alam gaib. Mereka mempercayai adanaya leluhur yang biasa disebut sebagai “Dayang Desa” yang mana sagat dihargai dan setiap ada kegiatan selalu meminta izin terlebih dahulu dengan memberikan beberapa “Cobakal/Sesaji” hal ini sudah menjadi tradisi yang mengakar kuat dalam masyarakat sekitar.

Selain acara tersebut, juga banyak acara selajutnya yang diselenggarakan seperti “Kirab Budaya” yang selalu dilaksanakan selesai acara kenduri dengan mengelilingi desa bersama hasil bumi, dalam kirab ini terdapat sesuatu yang menarik karena dalam akhir acara kirab maka akan ada perebutan gunungan tumbeng yang dianggap memiliki arti sebagai pembawa keberuntungan dimasa yang akan datang, masyarakat sekitar sangat antusias terhadap hal ini.

Mereka saling berebut satu sama lain, hal ini mungkin sering kita temui dan tidak hanya terjadi didesa ini, meski beberapa daerah lain juga melakukan hal serupa, hanya saja yang membedakan hanya makna dan arti yang terkandung.

Juga terdapat pula acara penutup yang dibuat dengan semeriah dan terkesan mungkin, yang setiap tahun puncak acara selalu ditutup dengan diselenggarakannya pertunjukan Wayang Kulit yang merupakan permintaan dari Dayang Desa.
Sebagian orang mungkin akan menganggap bahwa acara Ruwat Desa ini adalah hal yang tidak perlu dilaksanakan dan cenderung menyimpang dari segi agama, namun ini sudah menjadi kepercayaan dan tradisi masyarakat sekitar yang tertanam sejak dahulu yang juga menjadi suatu kebiasaan.

Pola kebudayaan ini akan selalu berkembang dan bertahan seiring dengan peradaban zaman, tradisi-tradisi yang ada yang sudah menjadi warisan ini akan senantiasa dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat sekitar, kebudayaan yang dimiliki merupakan bagian dari kehidupan mereka, yang sdah sepatutnya dijunjung tinggi.

Dan teori yang diungkapkan oleh C. Geertz juga diterapkan oleh masyarkat, walau sering ditemui perbedaan dari tiap-tiap daerah tidak menjadikan sebuah permasalahan. Karena kebudayaan yang lahir dan berkembang dari masing-masing daerah sejatinya memiliki karakteristik yang tidak dapat lepas dari peninggalan leluhur mereka, yang sudah sepatutnya dipelajari, dijaga dan dilestarikan, untuk itu sudah sepatutnya manusia bangga dengan hasil kebudayaan yang ada, sebab antropologi memandang bahwa kebudayaan merupakan bagian dari tata kehidupan, way of life dan tata tingkah laku yang dapat menggambarkan kepribadian masyarakat.


Daftar Pustaka :
Sarmini. 2015. Antropologi Budaya.

Surabaya : Unesa University Press Suryadi, Budi. 2012. Pengantar Antropologi. Banjarmasin : P3AI Universitas Lambung Mangkurat BanjarmasinWiranata, I Gede A.B. 2011. Antropologi Budaya. Bandar Lampung : PT CITRA ADITYA BAKTI

Jumat, 18 Januari 2019

Kesempatan yang Diberi

Gambar ilustrasi 
Oleh. Zuzun Fitria

Penduduk di seluruh belahan dunia mungkin sudah tidak asing lagi dengan kalimat ini.

Yaa kesempatan.
Bicara soal kesempatan. Ada yang bilang kesempatan tidak akan datang 2 kali. Mungkin banyak yang percaya namun bagiku itu semua tidaklah benar.

Kenapa ? ya karena aku percaya bahwa tuhan akan hadirkan kesempatan itu lagi walaupun dalam keadaan yang berbeda, dalam kondisi dan perjuangan yang tak lagi sama.

Jika pada kenyataanya kesempatan itu tak beliau hadirkan. Kepercayaan harus tetap ada karena tuhan punya banyak cara untuk memberikan kesempatan itu kepada hambanya. Kesempatan-kesempatan yang lebih indah dari yang kita minta.

Kesempatan-kesempatan yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Bisa jadi lewat kesempatan itu tuhan tuntun kita pada titik puncak hasil perjuangan yang sesungguhnya. Pada mimpi yang kita gengam sejak awal kesempatan itu tuhan hadirkan.

Kamis, 17 Januari 2019

Taman Unhas Potensi Maksiat


Taman Teras Unhas 

Oleh. Andi Pasarai (Mahasiswa)

Taman adalah tempat untuk mendapatkan hiburan dan kenyamanan. Taman merupakan tempat berkumpulnya orang-orang dalam merefreshing dari segala aktivitas yang menyibukkan. Taman juga sangat potensial untuk dikunjungi anak muda dan bahkan taman adalah tempat bagi anak mudah meluangkan waktunya untuk berasmara.

Makassar yang termasuk kota metropolitan, tidaklah heran jika kesibukan di dalamnya terlalu banyak, semua ini ada korelasinya dari kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi. Banyaknya aktivitas di Kota metropolitan ini tidak bisa dimunafikkan lagi sehingga dalam
mengimbanginya banyak orang mengalih ke tempat hiburan salah-satunya taman yang ada di Unhas.

Rasa cinta atau rasa suka pada lawan jenis hadir dalam diri manusia bukanlah suatu hal yang aneh. Namun, merupakan hal yang lumrah karena sudah menjadi fitrah manusia. Hadirnya rasa suka pada lawan jenis telah menyelimuti anak mudah sehingga menjadi suatu problem. Anak muda yang tertimpa dengan asmara banyak yang menjadikan taman sebagai media meluapkan asmaranya, salah-satunya taman yangada di Unhas.

Taman yang ada di Unhas tepatnya di dekat danau pintu satu adalah taman hasil sulapan dalam mempersiapkan POMNAS yang kala itu Unhas sebagai tuan rumah. Ketika dipandang dari segi paradigma estetika merupakan suatu hal yang sangat potensial untuk melengkapi eksistensi Unhas sebagai salah-satu kampus ternama di Indonesia atau sebagai kampus terbaik di Indonesia Timur. Juga sebagai batu loncatan menjadikan Unhas sebagai kampus yang elegan.

Desain tamannya yang begitu menarik bahkan sebagian orang berpendapat bahwa desainnya sangat unik. Tamannya juga sangat nyaman karena diselimuti pepohonan yang rindang. Bukan hanya itu, disediakan pula kursi-kursi yang nyaman untuk ditempati bersantai melepaskepengatan. Jangan berpikir bahwa taman itu hanya ramai disiang hari. Berkat lampu-lampu yang dipasang pada taman nampaknya menjadi suatu hal yang menarik pula karena dapat menghidupkan malam karena cahaya remang-remang yang ada di taman. Rupanya menjadi media para anak mudah untuk saling melepas asmara dan mengikat pengikraran cinta mereka.

Taman Unhas yang letaknya sangat strategis dan ditunjang pola desain taman yang menarik sehingga mengundang orang-orang yang butuh hiburan dan kesenangan, baik
untukrefreshing diri dari segala aktivitas yang padat maupun meluapkan asmaranya semata.
Nampaknya, kehadiran taman yang ada di Unhas tidak hanya sebagai zamrud estetika Unhas namun konsekuensinya menjadi ladang maksiat. Banyak anak mudah memanfaatkan taman Unhas sebagai media berasmara yang tentunya belum terikat pernikahan yang sah. Sehingga konsekuensinya menjadikan taman Unhas sebagai wadah menampung anak mudah dalam bermaksiat.

Kehadiran remaja dengan pasangannya di taman Unhas pada siang hari mungkin menjalankan hubungan masih dalam batas kewajaran, karena masih berada dalam koridor khalayak ramai daripada masyarakat. Namun Kebijakan kampus yang membiarkan taman terbuka hingga pukul 20.00 nampaknya menjadi suatu permasalahan karena dimanfaatkan oleh anak mudah untuk bermaksiat.

Duduk berduaan digembirakan cahaya yang remang-remang tentunya bukan dari pasangan yang sah akan berimplikasi terjadinya hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat bahkan agama. Kita tidak dapat mengekspektasikan lebih spesifik apa yang dilakukan remaja yang sedang berdua-duaan di taman. Namun, sudah menjadi hal aneh ketika pasangan tidak terikat dengan hubungan sah lantas berdua-duaan di taman dengan cahaya remang-remang.

Ketika ditelisik lebih jauh jelas kehadiran anak muda yang bermaksiat di taman Unhas akan berakibat lunturnya nilai-nilai yang telah dipegang teguh masyarakat Makassar pada khususnya. Hadirnya taman Unhas dengan pola desain menarik merupakan suatu kebanggaankarena dapat mengisi relung-relung keindahan Unhas dari segi estetika. Juga sebagai media untuk refreshing diri dari segala aktivitas yang memadai. Namun, dilain hal menjadi suatu problematik yang besar karena juga sebagai media merusak nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Saya memberikan apresiasi penuh terhadap kehadiran taman Unhas. Namun, yang perlu diperketat yaitu kebijakan bahwa taman Unhas tidak boleh lagi dihuni pengunjung ketika
memasuki waktu magrib. Artinya, penjaga yang bertugas di sana melakukan patroli atau memasang pengeras suara dan menyampaikan kepada pengunjung agar meninggalkan taman.

Tulisan ini pernah terbit di https://secangkirliterasikpi.wordpress.com/

Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangwa

0leh : Yona Fiharta
(Universitas Negeri Surabaya)

Tahukah anda jika Negara Kesatuan Republik Indonesia ini merupakan salah satu negara yang multikultur terbesar yang ada didunia, mengapa demikian?, karena hal ini dapat kita lihat dari kondisi sosial dan budaya pada masyarakatnya, serta kondisi geografi Indonesia yang begitu kompleks, beragam dan sangat luas. Yang mana Indonesia ini terdiri atas banyak kelompok etnis, budaya, agama dan lain sebagainya.

Namun perlu kita ketahui pula dengan adanya keaneragaan yang dimiliki, tidak menjadikan Negara dan bangsa ini terpecah belah, karena kita tahu jika terdapat semboyan negara “BHINNEKA TUNGGAL IKA TAN HANA DHARMA MANGWA” yang mana semboyan tersebut merupakan alat pemersatu bagi seluruh bangsa Indonesia.

Yang memiliki arti ‘Bhinneka = Beraneka, berbeda-beda’, ‘Tunggal = satu, siji’, ‘Ika = Itu’, ‘Tan = Tidak’, ‘Hana = ada, ana’, ‘Dharma = Kebenaran’, ‘Mangwa = Mendua, ganda’. Dimana semboyan tersebut memiliki makna meskipun Indonesia beraneka ragam/berbeda-beda tetapi tetap terintegrasi dalam satu kesatuan. Atau yang mungkin sering kita sebut dengan berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Dari arti semboyan negara itulah yang menjadikan Indonesia sampai saat ini tetap bertahan di era globalisasi yang semakin menakutkan, dimana sudah tidak adanya lagi batas-batas antar negara, yang menjadikan siapa saja dapat keluar masuk kedalam negara ini, dan mengingat pula letak Indonesia yang begitu sangat strategi untuk digunakan sebagai tempat persinggahan bagi banyak wisatawan karena indahnya kekayaan yang dimiliki serta jalur strategis perdagangan internasional yang melakukan kegiatan eksport dan import, yang dapat menjadikan Indonesia ini memiliki banyak tantangan sekaligus ancaman.

Dimana tantangan itu dapat berupa bagaimana Indonesia ini dapat bertahan dan tetap menjadi Indonesia yang lebih baik dan mampu membentengi diri dari era globalisasi ini. Sedangkan untuk ancamannya dapat berupa mudah terpecah belahnya Indonesia, karena kita tahu jika melimpahnya kekayaan yang dimiliki Indonesia saat ini dapat menjadikan perebutan bangsa-bangsa lain yang ingin  menguasai Indonesia, apabila masyarakatnya tidak pandai-pandai dalam menjaga, maka akan sangat mudah dipengaruhi dan terprovokasi oleh bangsa asing.

Selain itu, adanya zaman globalisasi ini menjadikan perkembangan teknologi yang semakin hari semakin pesat yang tak mampu diimbangi oleh sumber daya manusia-Nya. Untuk itu adanya ancaman yang muncul ini menjadikan Indonesia harus mampu menjaga dan membentengi dari segala hal yang  dapat merusak, memecah belah bahkan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Selain ancaman yang disebutkan tadi, juga muncul ancaman yang timbul dari dalam negeri ini sendiri, seperti munculnya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia yang diprovokasi oleh pihak-pihak tertentu yang bisa dikatakan berasal dari dalam negeri sendiri maupun dari luar negeri, konflik antar budaya dari setiap daerah, konflik mengenai ras, agama yang belakangan ini sering terjadi dan kita jumpai di negara ini.

Dari beberapa contoh ancaman yang ada, juga sangat dikuatirkan akan adanya gerakan yang bersifat radikalisme dan terorisme yang juga marak terjadi dan tanpa kita sadari ada dan berbaur dengan masyarakat, yang pada dasarnya sangat berbahaya bagi negara ini apabila tidak segera ditindak. Karena tanpa kita sadari jumlah dari mereka akan bertambah semakin banyak bila dibiarkan.

Walaupun demikian, kita sebagai generasi penerus bangsa ini, tidak perlu takut ketika menghadapi itu, kita sebagai generasi penerus harus mampu melawan kemungkinan hal-hal buruk yang nantinya dapat terjadi. Karena kembali lagi pada semboyan negara “Bhinneka Tunggal Ika” yang merupakan kunci dan pemersatu keragaman bangsa Indonesia dari berbagai ancaman yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Dan dengan adanya keaneragaman yang ada ini juga menjadikan sebuah keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang bersatu dalam suatu kekuatan dan kerukunan beragama, berbangsa dan bernegara.

Untuk itu kita yang merupakan salah satu bagian dari bangsa Indonesia harus selalu bangga dengan apa yang sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
 Karena sejatinya Indonesia merupakan negara yang sangat kaya, negara yang beruntung, sebab banyak dari mereka yang tak seberuntung Indonesia, hingga tak salah jika Indonesia disebut sebagai surganya kekayaan. Mengapa demikian? karena kita tahu, bahwa di Indonesia ini ditemukan betapa banyak hasil alam yang melimpah ruah yang mungkin akan jarang kita temui dinegara lain, selain itu kekayaan alam seperti hasil tambang, rotan, wisata, peninggalan dan masih banyak lagi, sudah tidak diragukan dan ditanya lagi megenai hal itu.

Bahkan beberapa yang ada pada Indonesia masuk dalam daftar UNESCO yang merupakan warisan budaya dan keajaiban dunia serta asset yang paling menguntungkan dikehidupan ini. Bangga bukan kita sebagai bagian dari bangsa in ?, sudah pasti kita harus bangga dan itu haruslah disyukuri, karena negara lain tak bisa seberuntung Indonesia.

Tetapi, walaupun dengan banyaknya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, tidak menutut kemungkinan jika sering mengalami banyak perbedaan, kita tahu Indonesia merupakan negara kepulauan dimana banyak sekali pulau-pulau baik kecil maupun besar, yang tersebar dari pulau Sabang sampai dengan Merauke.

Selain wilayah tersebut, keberagaman suku dan budaya, adat istiadat yang dimiliki tiap daerah sudah pasti akan berbeda. Hal ini dapat menyebabkan banyak sekali perbedaan, contoh kecil saja, kita yang dari pulau Jawa, jika berkomunikasi sehari-hari akan berbeda bahasa dengan mereka yang dari pulau Kalimantan. Contoh lain, upacara adat dari Pulau Bali akan berbeda dengan Pulau Sumatera. Dan masih banyak lagi contoh nyata yang sering kita temui.

Melihat beberapa contoh yang disajikan tadi, sudah dapat kita ketahui jika banyak sekali perbedaan yang dimiliki. Namun, semua perbedaan yang ada itu dapat dipersatukan dengan sebuah semboyan yang merupakan ciri khas dari bangsa ini yang mungkin tidak dimiliki oleh bangsa lain.

Selain Bhinneka Tunggal Ika tadi, salah satu alat yang dapat dijadikan sebagi pemersatu bangsa ini adalah ; 1. Dasar Negara Pancasila, 2. Bendera Merah Putih yang sebagi bendera kebangsaan, 3. Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional dan bahasa persatuan, 4. Lambang Negara yang berupa Burung Garuda, 5. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, 6. Lagu-lagu perjuangan, 7. Pahlawan-pahlawan Nasional, 8. Undang-undang dasar 1945, 9. Teks Proklamasi, 10. Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 11. Presiden Pertama Indonesia, 12. Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 13. Peninggalan-peninggalan perjuangan bangsa Indonesia, 14. Budaya bangsa Indonesia, 15. Sejarah bangsa Indonesia. Dan masih banyak lagi yang merupakan alat yang dapat mempersatukan kita dari semua perbedaan yang kita miliki.

Untuk itu dengan adanya Bhinneka Tunggal Ika ini, kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia tidak seharusnya melakukan hal-hal yang dapat mengancam persatuan, kita sebagai generasi penerus harus mampu menunjukkan pada dunia, dan para pahlawan kita yang terdahulu bahwa kita bisa, kita mampu.

Mereka para pahlawan bangsa ini yang dulu dengan keras berjuang membela dan berusaha menjadikan Indonesia ini merdeka dengan merebutnya dari tangan penjajah sudah sepatutnya kita beri apresiasi, serta sudah sepantasnya kita menjaga amanat dari para pahlawan dan pendiri bangsa ini. Dan meneruskan perjuangan mereka untuk membangun bangsa dan negara ini adalah tugas dan kewajibn yang seharusnya kita lakukan.

Dengan cara apakah kita bisa melakukannya, banyak hal yang dapat kita lakukan, kita sebagai seorang mahasiswa terutama, yang merupakan penggerak perubahan “Agent Of Change” harus mampu memberikan contoh baik, dengan menunjukkan perilaku positif yang mencerminkan kecintaan terhadap negara ini. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif sehingga mampu memberikan contoh pada mereka.

Untuk itu, mulai dari sekarang kita jaga kutuhan negara ini, jangan sampai  membiarkan mereka, pihak-pihak yang berusaha untuk menghancurkan bangsa ini dengan memecah belah. Kita lawan mereka yang berusaha menyebarkan berita-berita yang dapat merusak persatuuan, dan provokator yang selalu membuat masyarakat menjadi tepecah, kita satukan tekad dan niat, bahwa kita satu kita mampu, karena  kita adalah bagian dari NKRI
Ini yang dibanggakan dan dianamatkan oleh para leluhur bangsa, untuk dapat meneruskan perjuangannya, untuk itu mulai sekarang ini kita bangun jiwa nasionalisme dan patriotisme kita agar dapat mencintai dan mengabdi seutuhnya pada Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Serta mampu membawa nama baik bangsa Indonesia di kancah Internasional.



Tips Menulis: Excuse No, Action Yes

Ilustrasi, Celoteh Literasi 
Oleh: MUCH. KHOIRI_

JIKA Anda ingin menjadi penulis profesional, Anda boleh melakukan introspeksi: apakah sudah mengamalkan rutinitas menulis? Jika sudah, tetapkan komitmen untuk mempertahankan dan meningkatkannya. Sebaliknya, jika belum, wawancarai diri sendiri, dan jawablah dengan jujur, sebenarnya mengapa Anda belum menulis?

Apakah Anda tidak punya bakat? Alasan tak berbakat, kini tidak laku, Sodara. _Alasan basi tau gak sih._ Meski ada iurnya, bakat itu hanya sedikit dari potensi orang untuk menekuni sesuatu, termasuk menulis. Dosen sastrawan UI, Dr. Abdul Hadi WM menyebut, kemahiran menulis dipengaruhi bakat 5%, keberuntungan 5%, serta kesungguhan dan keuletan 90%. Jadi, jangan bicara bakat. Setiap orang berbakat untuk melakukan segala hal, termasuk menulis. Namun apakah dia punya niat atau kemauan memupuk dan mengembangkan bakat itu, itulah yang lebih menentukan.

Alasan waktu? Anda punya 24 jam dalam sehari-semalam, sama dengan mereka yang telah menulis. Anggaplah Anda bekerja 8 jam sehari, tidur 8 jam, bersama keluarga 4 jam, masih ada 4 jam, bukan? Jika waktu tidur dikurangi 2 jam, Anda punya waktu yang cukup longgar untuk merancang tulisan, bukan? Mungkin, malam ini Anda lembur, berarti besok malam ada waktu lagi tersisa untuk Anda juga besok malam berikutnya. Andaikata mau keluar dari zona nyaman saja, waktu bukan alasan untuk tidak (belajar) menulis.

Atau mungkin alasan kesibukan? Maaf, semua orang sibuk, karena semua orang juga mencari kesibukan. Cukup banyak teman guru atau dosen yang mengaku sibuk, sehingga tidak sempat menulis. Selalu saya tanya, berapa jam waktu tercurah untuk tugas-tugas yang terkait mengajar, penelitian dan pengabdian. Setelah dihitung secara cermat, ternyata mereka masih kalah sibuk dibanding teman-teman guru atau dosen penulis. Para guru dan dosen penulis ini pintar mengelola waktu; itulah kunci pentingnya.

Lalu, hobi? Mungkin Anda beralasan karena tidak punya hobi menulis. Cobalah cermati, siapa yang berhobi mencangkul, beternak lele, menjadi kuli, dan sebagainya? Tidak ada, meski nyatanya ada orang yang harus hidup dengan mencangkul, beternak lele, atau menjadi kuli. Begitulah, hobi itu laksana bakat, setiap orang punya benih hobi. Namun, manakah yang dikembangkan (berkat nilat, latihan, dan lingkungan), itulah yang berkembang. Jika sekarang Anda seorang guru, politisi, pedagang, atau ulama mulai belajar menulis, maka hobi menulis Anda akan berkembang.

Keterampilan menulis? Baiklah, Anda hampir benar, namun masih salah. Alasan ini juga lemah. Keterampilan menulis itu bisa berkembang kalau diasah setiap hari. Metode belajar menulis yang terbaik adalah menulis, menulis, dan terus menulis. Saya telah membahas hal ini di dalam buku saya *Rahasia TOP Menulis* (Elex Media Komputindo, 2014).

Dengan begitu, secara (tak) sadar, Anda terbiasa dengan keterampilan menuangkan gagasan, mereka-reka bentuk tulisan, dan memainkan bahasa Anda.  Selain itu, toh ada penulis atau guru bahasa yang bisa membantu Anda untuk mengasah keterampilan ini.

Sekarang, mungkin fasilitas semisal meja kerja atau laptop? Ini alasan yang setengah dibuat-buat, bukan? Jika ada niat kuat, menulis di manapun jadi. Alat tulis, juga demikian, tak ada laptop atau HP, mesin ketik pun jadilah. Tulis tangan pun tidak ada yang menghukum. Pengarang Mesir, Naguib Mahfouz, menulis dengan mesin ketik selama 40 tahun lebih bukan di tempat yang mapan; sering kali dia menulis di meja dapur di rumahnya yang sederhana. Soekarno, sang proklamator itu, juga menulis sejumlah lakon drama saat diasingkan di Ende, Flores, selama 4 tahun 9 bulan 4 hari.

Sebenarnya, jika dikejar terus, masih ada sederet alasan yang tidak kuat, yang kelihatannya manjur sebagai tameng Anda. Namun, jujur, boleh dikata, semua itu hanyalah kilah ( _excuse_) belaka. Semua kilah digunakan untuk alibi, hanya untuk membenarkan Anda untuk tidak menulis. Inilah _excuse_ yang memanjakan Anda, yang tetap membenamkan Anda dalam zona nyaman, padahal Anda sadar bahwa sehebat apapun manusia dia akan dilupakan orang jika tidak menuliskan pikiran, ucapan dan tindakan.

Ya, jika dikejar terus, ujung-ujungnya akan ketahuan, bahwa orang tidak menulis karena memang belum ada niat atau kemauan untuk menulis. Kesempatan juga belum terbuka dan dibuka. Mungkin Anda juga berada pada posisi ini. Anda mungkin belum punya niat untuk menulis karena tidak menemukan manfaatnya. Padahal banyak manfaat berkat menulis: membebaskan, menyehatkan, menyembuhkan, mendatangkan uang, dan sebagainya; namun Anda masih memandang, menulis itu mubasir.

Warisan! Jika manfaat-manfaat itu tidak mempan untuk mengetuk pintu hati Anda, cobalah ini: Buku sebagai warisan! Ya, mulai sekarang, bagaimana kalau Anda menulis sebuah buku saja untuk warisan anak-cucu? Buku adalah harta warisan pengetahuan yang abadi, dan bahkan berkembang dengan menginspirasi banyak orang, termasuk anak-cucu Anda. Nama Anda akan kekal di alam pikiran dan hati mereka. Bayangkan air mata kebanggaan mereka tatkala menemukan buku Anda berguna bagi mereka.

Karena itu, mulai sekarang, singkirkan _excuse_. Lenyapkan alasan untuk tidak menulis. Bangun niat dan wajibkan diri untuk (belajar) menulis. Ciptakan kesempatan untuk menyuburkan niat dan aksi wajib menulis. Menulis, menulis, dan terus menulis. Kalau ada fluktuasi dalam jumlah tulisan, tidak apa-apa, namun jangan sampai niat menulis tidak tumbuh atau mati selamanya. _Excuse No, Action Yes!_[]

_Much. Khoiri hanyalah penggerak literasi, editor, dan penulis 34 buku dari Unesa Surabaya. Artikel ini pendapat pribadi._
http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html